Kultum: Menjadi Pribadi Tawazun (Seimbang) | lintas86.com

Kultum: Menjadi Pribadi Tawazun (Seimbang)

Foto Goggle
lintas86.com, Ponorogo - Kultum adalah ceramah atau pidato yang disampaikan oleh seorang penceramah atau imam pada hari Jumat di masjid atau musala. Kultum biasanya dilakukan setelah shalat Jumat dan merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Tujuan dari kultum adalah untuk memberikan pengajaran atau nasihat kepada jamaah, serta untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran umat Islam tentang ajaran Islam.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan kultum antara lain:

1. Memulai dengan doa: Sebelum memulai kultum, sebaiknya dimulai dengan membaca doa sebagai tanda keseriusan dan penghormatan kepada Allah SWT.

2. Menjelaskan tema kultum: Kultum sebaiknya memiliki tema atau topik yang jelas dan terkait dengan kehidupan sehari-hari umat Islam. Penceramah dapat menjelaskan tema kultum secara singkat dan padat agar jamaah dapat memahaminya dengan baik.

3. Memberikan penjelasan dan contoh: Penceramah atau imam dapat memberikan penjelasan dan contoh yang relevan dengan tema kultum yang disampaikan. Hal ini dapat membantu jamaah untuk memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

4. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami: Penceramah atau imam sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh jamaah. Hal ini dapat membantu jamaah untuk mengikuti kultum dengan baik dan memahami pesan yang ingin disampaikan.

5. Menjaga durasi waktu: Kultum sebaiknya tidak terlalu lama dan disesuaikan dengan durasi waktu yang telah ditentukan. Hal ini dapat membantu jamaah untuk tetap fokus dan tidak merasa bosan dalam mendengarkan kultum.

6. Meninggalkan pesan yang bermanfaat: Kultum sebaiknya meninggalkan pesan yang bermanfaat bagi jamaah dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat membantu jamaah untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran mereka tentang ajaran Islam.

Dalam menyampaikan kultum, sebaiknya penceramah atau imam juga memperhatikan keadaan jamaah dan mengadaptasi kultum sesuai dengan kebutuhan dan kondisi jamaah.

 

Untuk kali ini kita akan membahas tentang Pribadi yang tawazun (Seimbang)


  بسْـــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم  



  Tazkiyatun Nafs


إِذَا فَرَغْتَ مِنْ أُمُوْرِ دُنْيَاكَ فَانْصَبْ فِى عِبَادَةِ رَبِّكَ


“Jika kau telah menyelesaikan semua urusan duniamu, maka segera sibukkanlah dirimu untuk ibadah kepada Tuhanmu.”

Penjelasan:

Seorang muslim hendaklah membagi waktu untuk menyelesaikan urusan dunia dan akhiratnya sehingga ia menjadi pribadi yang tawazun (seimbang), sebab ada waktu dimana ia bekerja, ada waktu dimana ia bercengkrama dengan anak dan istrinya dan ada saatnya ia bermunajat kepada Rabbnya.


Allah berfirman,

“فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَب


“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”
  (QS. Al Insyirah: 7 & 8)

Yakni jika engkau telah selesai dari urusan-urusan dunia dan berbagai kesibukannya serta telah memutus semua hubungannya, maka bersungguh-sungguhlah dalam ibadah dan bangkitlah pada-Nya dengan penuh semangat. Kosongkan pikiran dan ikhlaskan niat serta harapan hanya kepada Rabbmu.

Mujahid berkata mengenai ayat ini, “Jika engkau telah selesai dari urusan dunia, maka lakukanlah shalat dan bersungguh-sunggulah kepada Rabbmu”. 

Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Jika engkau melaksanakan shalat maka bersungguh-sungguhlah dalam hajat (keperluan) mu (Tafsir Ibnu Katsir).
 

Agar kita bersungguh-sungguh menghadap Allah, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam m
elarang seseorang melaksanakan shalat ketika makanan sudah dihidangkan atau dalam keadaaan menahan buang air besar dan kecil.

Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 

لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ الطَّ

عَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَان



“Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan (kencing atau buang air besar).” (HR. Muslim no. 560).


Artinya tidak sempurna shalat seseorang ketika makanan sudah dihidangkan atau ketika ia sedang menahan buang air besar dan kecil, dikarenakan pikirannya ketika itu konsentrasi kepada shalat yang sedang ia lakukan.


وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا


“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.” (QS. Al-Qashash: 77)


Maksud dari firman Allah di atas adalah,  “Gunakanlah apa yang dianugerahkan Allah kepadamu berupa harta yang berlimpah dan kenikmatan yang luas dalam rangka untuk keta’atan kepada Rabbmu dan bertaqorrub kepada-Nya hingga dapat menghasilkan pahala di dunia dan akhirat.”


“Dan jangan kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi”, yaitu dari apa yang diperbolehkan Allah SWT padanya berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan pernikahan.


Sesungguhnya Rabbmu memiliki hak atasmu, dirimu memilki hak, keluargamu memilki hak dan orang-orang yang berziarah kepadamu memiliki hak. Maka berikanlah setiap sesuatu haknya masing-masing  (Tafsir Ibnu Katsir).

 

Demikian kultum singkat yang membahas Pribadi yang tawazun, semoga bermanfaat. (min)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url