Mengetahui Asal Usul Idul Fitri
Namun dalam menyambut Hari Kemenangan ini ada
baiknya kita mengenal terlebih dahulu sejarah dan asal usulnya. Dimaksudkan
agar setiap Muslim lebih menghayati datangnya hari raya Idul Fitri.
Mengutip dari laman Jatman.or.id, jauh sebelum agama Islam datang di tanah Arab, masyarakat
jahiliyah di sana sudah mempunyai dua hari raya yang dinamakan Nairuz dan
Mahrajan.
Ketika di Madinah, Nabi Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam melarang hari raya tersebut karena sering digunakan sebagai
ajang maksiat seperti pesta pora, menari-nari, sambil meminum minuman keras.
Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam menggantinya dengan dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Bagaimana Idul Fitri kemudian menjadi tradisi perayaan umat Islam di seluruh
dunia, berikut fakta-fakta sejarahnya.
Nairuz dan Mahrajan
Walaupun Nairuz dan Mahrajan sudah menjadi
hari raya orang Arab jahiliyah selama berabad-abad sebelum Islam datang,
sebetulnya merupakan tradisi atau kebudayaan orang-orang Persia.
Nairuz merupakan hari raya tahun baru Persia
yang dihitung berdasarkan kalender matahari, sementara Mahrajan adalah hari
raya tengah tahun, musim semi atau musim gugur.
Jazirah Arab ketika itu termasuk wilayah yang menjadi ajang perebutan pengaruh antara Persia dan Romawi, maka itu banyak unsur kebudayaan Persia yang masuk dan diterima oleh kebudayaan Arab.
Awalnya Penuh Syirik dan
Kemaksiatan
Warga Madinah, termasuk juga kaum Anshar, biasanya merayakan hari Nairuz dan Mahrajan dengan berbagai permainan dan sukacita.
Tidak jarang perayaan itu dibumbui dengan kegiatan yang mengandung syirik, meminum minuman keras atau khamr, melakukan pergaulan bebas, dan bentuk-bentuk maksiat lainnya.
Lalu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam menilai bahwa kedua hari raya tersebut tidak lagi sesuai dengan ajaran
dan peradaban Islam yang sedang dibangun.
Sementara di sisi lain, keberadaan hari raya
juga penting bagi sebuah kebudayaan. Maka atas petunjuk Allah Subhanahu wa
ta'ala, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam tidak menghilangkannya sama
sekali, namun menggantinya dengan tradisi dan kebiasaan baru.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, "Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih
baik, yaitu Idul fitri dan Idul Adha," (HR Abu Daud dan al-Nasa’i).
Idul Fitri sebagai
Perayaan Kemenangan
Hakikat hari raya Idul Fitri sejatinya ialah
merayakan kemenangan iman atas peperangan melawan hawa nafsu pada bulan Ramadhan.
Seorang muslim kembali menjadi sosok yang “fitri” atau suci seperti bayi yang
baru dilahirkan.
Di samping itu, perayaan Idul Fitri juga
bersamaan dengan momentum kemenangan tentara Rasulullah atas kaum kafir Quraisy
dalam Perang Badar.
Perintah penggantian hari raya kuno dengan
Idul Fitri, dilakukan setelah turunnya perintah kewajiban menunaikan ibadah
puasa Ramadhan, yaitu pada tahun ke-2 Hijriyah, sebagaimana riwayat hadis Abu
Dawud dan Nasa’i di atas.
Jadi, hari raya Idul Fitri mulai dirayakan
oleh umat Islam untuk pertama kalinya setelah peristiwa Perang Badar pada 17
Ramadhan Tahun ke-2 Hijiriyah.
Dikisahkan dalam pertempuran itu umat Islam berhasil meraih kemenangan.
Padahal tentara kaum muslimin hanya berjumlah 319 orang, menghadapi tentara kafir Quraisy sejumlah 1.000 orang.
Nabi dan Sahabat Sholat
Id dalam Kondisi Penuh Luka
Menurut sebuah riwayat, Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabat menunaikan Sholat Id pertama
kalinya dengan kondisi tubuh luka-luka dan masih belum pulih akibat Perang
Badar.
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah riwayat disebutkan merayakan hari raya Idul Fitri pertama itu dalam kondisi amat letih.
Sampai-sampai Beliau bersandar pada Bilal ketika
menyampaikan khutbah Idul Fitri.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan, pada hari Idul Fitri yang pertama, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pergi meninggalkan masjid menuju sebuah tanah lapang dan menunaikan Sholat Id di tanah lapangan.
Sejak itu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat selalu
menunaikan Sholat Id di lapangan terbuka. (min)