Judi Online Jadi Pemicu Terbanyak Kasus Perceraian di Ponorogo
Hal ini diungkapkan oleh sejumlah kuasa hukum yang sedang menangani kasus perceraian di Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Ponorogo.
Salah satunya adalah Alwi Fachrudin, yang menyebut bahwa sekitar 80 persen kasus perceraian yang ia tangani memiliki gugatan penyertanya karena faktor ekonomi. Salah satu klasifikasi dalam faktor ekonomi tersebut adalah judi online.
"Malah perselisihan antara pasangan hanya sekitar 20 persen. Kasus judi online ini umumnya melibatkan pasangan yang belum memiliki penghasilan tetap," ungkap Alwi.
Alwi menambahkan bahwa perkara judi online sebenarnya bukan hal baru. Judi telah ada sejak dulu namun dengan sistem yang berbeda. Jika dulu judi dilakukan secara offline, sekarang telah beralih ke sistem online.
"Dampak dari kemajuan zaman, dulu judi terlihat tetapi sekarang tidak karena dilakukan melalui handphone," tegasnya.
Dalam perkara yang ia tangani, hampir seluruhnya dari pihak perempuan yang mengajukan gugatan. Mereka merasa tidak tahan dengan kondisi ekonomi dan penghasilan yang tidak tetap yang digunakan untuk judi online.
Di sisi lain, Humas PA Kabupaten Ponorogo, Maftuh Basuni, menjelaskan bahwa selama periode 2024 hingga Mei ini, total perkara yang masuk ke PA mencapai 743 perkara. Dari jumlah tersebut, 558 perkara merupakan cerai gugat dari pihak istri, dan 185 perkara merupakan cerai talak dari pihak suami.
Dari jumlah gugatan tersebut, 407 perkara disebabkan oleh faktor ekonomi dan sisanya 110 kasus merupakan perselisihan antara pasangan. Faktor lain seperti KDRT, meninggalkan pasangan, poligami, dan lain-lain jumlahnya di bawah faktor ekonomi.
"Alasan utamanya adalah faktor ekonomi, di mana salah satunya adalah judi online. Meskipun beberapa tahun lalu tidak ada, sekarang sudah mulai muncul, meskipun judi online ini menjadi alasan penyerta," pungkasnya. (min)
Salah satunya adalah Alwi Fachrudin, yang menyebut bahwa sekitar 80 persen kasus perceraian yang ia tangani memiliki gugatan penyertanya karena faktor ekonomi. Salah satu klasifikasi dalam faktor ekonomi tersebut adalah judi online.
"Malah perselisihan antara pasangan hanya sekitar 20 persen. Kasus judi online ini umumnya melibatkan pasangan yang belum memiliki penghasilan tetap," ungkap Alwi.
Alwi menambahkan bahwa perkara judi online sebenarnya bukan hal baru. Judi telah ada sejak dulu namun dengan sistem yang berbeda. Jika dulu judi dilakukan secara offline, sekarang telah beralih ke sistem online.
"Dampak dari kemajuan zaman, dulu judi terlihat tetapi sekarang tidak karena dilakukan melalui handphone," tegasnya.
Dalam perkara yang ia tangani, hampir seluruhnya dari pihak perempuan yang mengajukan gugatan. Mereka merasa tidak tahan dengan kondisi ekonomi dan penghasilan yang tidak tetap yang digunakan untuk judi online.
Di sisi lain, Humas PA Kabupaten Ponorogo, Maftuh Basuni, menjelaskan bahwa selama periode 2024 hingga Mei ini, total perkara yang masuk ke PA mencapai 743 perkara. Dari jumlah tersebut, 558 perkara merupakan cerai gugat dari pihak istri, dan 185 perkara merupakan cerai talak dari pihak suami.
Dari jumlah gugatan tersebut, 407 perkara disebabkan oleh faktor ekonomi dan sisanya 110 kasus merupakan perselisihan antara pasangan. Faktor lain seperti KDRT, meninggalkan pasangan, poligami, dan lain-lain jumlahnya di bawah faktor ekonomi.
"Alasan utamanya adalah faktor ekonomi, di mana salah satunya adalah judi online. Meskipun beberapa tahun lalu tidak ada, sekarang sudah mulai muncul, meskipun judi online ini menjadi alasan penyerta," pungkasnya. (min)