Pemulung di Ponorogo Gelar Upacara HUT RI ke-79 di TPA
lintas86.com, Ponorogo - Di tengah tumpukan sampah yang membumbung tinggi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Mrican, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, sebuah pemandangan mengharukan terukir. Komunitas pemulung yang menamakan diri Pemulung Peduli Lingkungan (Pepeling) menggelar upacara bendera peringatan HUT RI ke-79, Sabtu (17/08/2024).
Dengan mengenakan seragam khas pencari sampah, mereka berdiri tegak di antara gunungan sampah, menghormati Sang Saka Merah Putih yang berkibar di tiang bambu sederhana. Meski terpaut jauh dari kemewahan upacara di tempat-tempat lain, semangat nasionalisme terpancar dari wajah-wajah mereka.
"Kami memang miskin secara ekonomi, tapi rasa nasionalisme dan kecintaan pada bangsa dan negara tidak kalah," ungkap Marsudi Jois, pembawa acara upacara, dengan bangga.
Upacara yang dimulai pukul 10.00 WIB itu berlangsung khidmat, diiringi lantunan lagu "Indonesia Raya" yang bergema di tengah aroma sampah. Tak terusik oleh pemandangan di sekitarnya, para pemulung dengan tekad bulat memperingati hari kemerdekaan dengan penuh makna.
"Kami terinspirasi oleh Pak Abri, Kepala TPA Mrican, yang mendukung penuh kegiatan ini dan bahkan bersedia menjadi inspektur upacara," tambah Marsudi.
Usai upacara, semangat mereka tak kunjung padam. Mereka langsung bergotong royong membersihkan selokan di sekitar TPA sepanjang 300 meter. Kerja bakti itu dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan menjaga kebersihan, meskipun berada di tengah area yang kotor.
"Kami ingin menunjukkan bahwa meskipun kami pemulung, kami juga punya peran dalam menjaga lingkungan dan bangsa ini," ungkap salah satu peserta kerja bakti.
Acara makan siang setelah upacara berlangsung sederhana, dengan hidangan khas desa yang diantar oleh istri para pemulung.
"Kami tetap bersyukur dan bahagia bisa merayakan HUT RI bersama," ujar salah satu pemulung, sambil menikmati hidangannya.
Kisah para pemulung di Ponorogo ini menjadi bukti bahwa semangat patriotisme dapat tumbuh di mana saja, bahkan di tengah keterbatasan dan lingkungan yang tidak ideal. Semangat mereka menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus mencintai dan menjaga keutuhan bangsa Indonesia. (min)
Dengan mengenakan seragam khas pencari sampah, mereka berdiri tegak di antara gunungan sampah, menghormati Sang Saka Merah Putih yang berkibar di tiang bambu sederhana. Meski terpaut jauh dari kemewahan upacara di tempat-tempat lain, semangat nasionalisme terpancar dari wajah-wajah mereka.
"Kami memang miskin secara ekonomi, tapi rasa nasionalisme dan kecintaan pada bangsa dan negara tidak kalah," ungkap Marsudi Jois, pembawa acara upacara, dengan bangga.
Upacara yang dimulai pukul 10.00 WIB itu berlangsung khidmat, diiringi lantunan lagu "Indonesia Raya" yang bergema di tengah aroma sampah. Tak terusik oleh pemandangan di sekitarnya, para pemulung dengan tekad bulat memperingati hari kemerdekaan dengan penuh makna.
"Kami terinspirasi oleh Pak Abri, Kepala TPA Mrican, yang mendukung penuh kegiatan ini dan bahkan bersedia menjadi inspektur upacara," tambah Marsudi.
Usai upacara, semangat mereka tak kunjung padam. Mereka langsung bergotong royong membersihkan selokan di sekitar TPA sepanjang 300 meter. Kerja bakti itu dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan menjaga kebersihan, meskipun berada di tengah area yang kotor.
"Kami ingin menunjukkan bahwa meskipun kami pemulung, kami juga punya peran dalam menjaga lingkungan dan bangsa ini," ungkap salah satu peserta kerja bakti.
Acara makan siang setelah upacara berlangsung sederhana, dengan hidangan khas desa yang diantar oleh istri para pemulung.
"Kami tetap bersyukur dan bahagia bisa merayakan HUT RI bersama," ujar salah satu pemulung, sambil menikmati hidangannya.
Kisah para pemulung di Ponorogo ini menjadi bukti bahwa semangat patriotisme dapat tumbuh di mana saja, bahkan di tengah keterbatasan dan lingkungan yang tidak ideal. Semangat mereka menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus mencintai dan menjaga keutuhan bangsa Indonesia. (min)