PMI Kabupaten Blitar Gelar Orientasi Kepalangmerahan
lintas86.com, Blitar - Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Blitar gelar Orientasi Kepalangmerahan bagi calon pengurus yang akan dilantik (050325). Pendopo Ronggo Hadinegoro menjadi saksi sejarah “Urgensi Orientasi Kepalangmerahan” bagi calon pengurus PMI. Pengurus kabupaten dan kecamatan menerima “cara pandang” yang baru diawal pengabdian kemanusiaan untuk lima tahun mendatang. Kabupaten Blitar memandang sebuah keharusan bagi seseorang yang akan menerima amanah sebagai “Pengurus PMI” untuk mendapatkan “Orientasi Kepalangmerahan”.
Menjadi pengurus PMI adalah pilihan hidup. Para ahli, misalnya Michael Armstrong, Max Weber, dan Charles E. Lindblom menyepakati bahwa “urgensi” merupakan faktor yang mendorong. Sudut pandang manajemen sumber daya manusia menjelaskan, bahwasanya urgensi adalah kemampuan pemimpin atau manajer dalam mengidentifikasi dan menangani masalah secara responsif (Amstrong). Urgensi menyangkut kecepatan menangani isu dan masalah secara cepat lebih bijak dan lebih menguntungkan untuk organisasi. Urgensi adalah tindakan sosial yang berkelanjutan yang harus dilakukan secara cepat, efektif dan efisien agar bisa mencapai tujuan yang diharapkan (Weber).
Pengurus PMI adalah insan terpilih yang mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk menjadi salah satu komponen membantu tugas pemerintah di bidang kemanusiaan. Tugas suci ini harus dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Menyiapkan dan membangun jiwa “kepalangmerahan” adalah hal utama sebelum memulai semuanya. Organisasi ini memandang “urgent” pemahaman terhadap kepalangmerahan bagi siapa saja yang turut dalam perahu besar yang mengarungi gelombang lautan kemanusiaan.
Secara akademik, kurikulum orientasi Kepalangmerahan bebannya 2 SKS. Minimal seratus menit peserta orientasi akan mengenal dan mendalami hal-ihwal PMI. Tepatnya 17 September 1945 terbentuk PMI yang dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta. Sejarah perjuangan bangsa mencatat bahwa istilah PMI digunakan untuk Palang Merah Indonesia. Dasar hukum pembentukan PMI Keppres RIS No. 25 tahun 1950 tentang penunjukan PMI sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan kepalangmerahan di Republik Indonesia Serikat sesuai berdasarkan Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus tahun 1949. Pemahaman sejarah dengan benar akan menjadikan kita bijaksana khususnya dalam penggunaan istilah PMI.
Sekarang kita sedang menjalani pengabdian di bidang kemanusiaan berdasar UU No. 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan (UU Kepalangmerahan). Peraturan pelaksanaannya dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2019. Sesuai fungsi dan tugasnya, PMI membantu Pemerintah sesuai dengan bidang tugas PMI. Mitra instansi PMI antara lain TNI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, BNPB, dan BPPN/BASARNAS. Pada segmen inilah komponen PMI yang terdiri dari Pengurus, Anggota, Relawan, dan Pegawai berkolaborasi saling menguatkan untuk suksesnya tugas PMI.
Penyelenggaraan Kepalangmerahan dilakukan oleh Pemerintah dan PMI (Bab II, Pasal 2, UU No. 1/2018). Tugas PMI terdiri 8 ( 5 eksternal, 3 internal), antara lain: 1)Memberikan bantuan kepada korban konflik bersenjata, kerusuhan, dan gangguan keamanan lainnya, 2)Memberikan pelayanan darah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, 3)Melakukan pembinaan relawan, 4)Melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kegiatan kepalangmerahan, 5)Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan kegiatan kepalangmerahan, 6)Membantu dalam penanganan musibah dan/atau bencana di dalam dan di luar negeri, 7)Membantu pemberian pelayanan kesehatan dan sosial. dan 8)Melaksanakan tugas kemanusiaan lainnya yang diberikan oleh pemerintah (Pasal 22, UU Kepalangmerahan).
Konteks organisasi menetapkan bahwa Camat, Bupati/Walikota, Gubernur, dan Presiden adalah Pelindung PMI pada jenjang tingkatan pemerintahan masing-masing.
Mengapa pengurus PMI harus mendapatkan Orientasi Kepalangmerahan? karena didalamnya dikenalkan pada 7 Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah Dan Bulan Sabit Merah yaitu: Kemanusiaan (Humanity), Kesamaan (Impartiality), Kenetralan (Neutrality), Kemandirian (Independence), Kesukarelaan (Voluntary Service), Kesatuan (Unity), dan Kesemestaan (Universality).
Tujuh Prinsip ini merupakan roh bagi Tiga Pilar PMI yaitu “Pengurus-Pegawai-Relawan”. Tujuh prinsip ini yang membedakan PMI dengan organisasi lainnya. Mengapa? Karena PMI adalah perhimpunan nasional yang berdiri atas asas perikemanusiaan dan atas dasar sukarela dengan tidak membeda-bedakan bangsa, golongan, dan paham politik.
Kita ingat pada 3 September1945 Presiden Soekarno memerintahkan kepada Menteri Kesehatan dr. Boentaran Martoatmodjo membentuk suatu Badan Palang Merah Nasional untuk menunjukan kepada dunia internasional bahwa keberadaan negara Indonesia adalah suatu fakta nyata setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Ghirahnya adalah PMI merupakan representasi negara di bidang kemanusiaan. Eksistensinya dimulai dari pelaksanaan fungsi secara nasional sehingga mendapat pengakuan secara internasional. Mewujudkan cita-cita besar ini, Tiga Pilar PMI harus diisi orang-orang yang terpilih dan hebat. Orang-orang yang dapat bekerjasama dan saling menguatkan dalam satu akselerasi karakter yaitu “Profesional, Berintegritas, dan Bergerak bersama masyarakat”. Selamat mengabdi Pengurus PMI Kabupaten Blitar. Ingat pesan Henry Dunant, “inter arma caritas”.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel ini untuk konten akun media sosial komersial tanpa seizin redaksi lintas86.com.
Penulis Dr. Muchamad Taufiq, S.H., M.H.*)
Editor: M Nur Amin Zabidi
*) Penulis adalah Wakil Ketua Bidang Organisasi PMI Jawa Timur, Akademisi ITB Widya Gama Lumajang.